Rudy Habibie (Habibie & Ainun 2)

RHpsoter

The Plot
Ini kisah B.J Habibie (Reza Rahardian) menggapai mimpi memajukan industri dirgantara Indonesia, jatuh cinta, hingga aktif berorganisasi ketika tengah melanjutkan studinya di Jerman Barat.

The Comment
Movietard termasuk audiens yang dibuat kagum dengan Habibie & Ainun (2012) yang merupakan salah satu film terbaik Indonesia. Kamu dapat membaca review movietard yang begitu menikmati dan bahkan dibuat menangis oleh film garapan Faozan Rizal tersebut di sini. Bagi movietard, segala aspek dari penceritaan, akting hingga sinematografi dalam film tersebut cukup sempurna. Jadi, ketika Habibie & Ainun diberitakan akan dibuat versi sekuelnya, movietard dibuat bingung mengingat rangkaian kisah Habibie dan Ainun sesungguhnya sudah terangkum semuanya dalam film tahun 2012 tersebut. Nah, sekuel ini realitasnya bermain di timeline yang berbeda seperti layaknya sekuel pada umumnya. Hadir dengan judul Rudy Habibie (Habibie Ainun 2) (2016), embel-embel 2 sesungguhnya tidak tepat karena film ini menjadi sekuel yang berperan sebagai prekuel terhadap film Habibie & Ainun tahun 2012 lalu, dan penggunaan judul Rudy Habibie sesungguhnya lebih tepat karena dalam timeline di seting film ini, Ainun tidak pernah bertemu langsung dengan Habibie.

Story plot Rudy Habibie dibuat oleh Ginatri S. Noer yang juga membuat versi pertamanya, hanya kali ini, Ia dibantu Hanung Brahmantyo. Bramantyo juga-lah yang memegang tampuk sutradara menggantikan Faozan Rizal. S. Noer dan Bramantyo bukanlah orang baru dalam perfilman Indonesia, sehingga seharusnya mereka sudah fasih membalut kisah perjuangan salah seorang negarawan terbaik di Indonesia. Jika Habibie & Ainun berfokus pada cinta dan perjuangan suami istri ini mengabdi kepada negara dan keluarga, versi prekuel ini seharusnya menjadi biopik seutuhnya milik B.J Habibie di masa muda. Story plot dalam Rudy Habibie mengambil momen-momen terpenting dalam kehidupan B.J Habibie muda, dimulai secara dramatis dengan flashback ketika desanya terkena serangan bom, kematian papi yang juga tak kalah dramatis, dan cerita melompat pada periode tahun 1950-an ketika Habibie muda melanjutkan sekolah di RWTH yang menghadirkan berbagai gejolak, baik dalam lingkup perkuliahan, berorganisasi, hingga urusan personal semacam urusan beribadah hingga percintaan Habibie dengan gadis Polandia bernama Ilona (Chelsea Islan).

Pada Habibie & Ainun, audiens telah dikenalkan dengan karakter Habibie yang kepintarannya tidak tertandingi tetapi juga telah melihat sisi lembut Habibie ketika bersama dengan Ainun *ingat adegan Habibie memeluk Ainun, lalu kemudian Ia menangis? Adegan yang sukses membuat movietard juga menangis saat itu!*. Nah, pada Rudy Habibie, karakter Habibie muda belum tampil selembut Habibie di masa itu *yang omong-omong, movietard sendiri agak bingung dengan tahun pasti seting jika kedua film tersebut digabung secara linear *. Habibie muda yang ditonjolkan dalam Rudy Habibie adalah seorang idealis yang begitu bersemangat membangun Indonesia melalui jalur pengembangan industri dirgantara dengan menjadikan organisasi perkumpulan pelajar Indonesia yang baru dibentuk sebagai wadah untuk proyek tersebut. Tetapi, rasa semangat ini kadangkala membuat Ia tampil sangat ambisius, ditambah dengan kepribadian Habibie yang memang perfeksionis dan kurang bersahabat, upaya Habibie untuk mencapai impiannya tersebut tentunya tidak berjalan dengan mulus.

rd2

Selain mengupas mimpi Habibie muda, film ini juga memotret interaksi Habibie dengan golongan pelajar eks tentara perjuangan. Entah dimaksudkan untuk membangun konflik yang lebih dalam, karakter kelompok pelajar eks tentara ini justru tampil sebagai ‘villain’, hal yang sesungguhnya melahirkan sebuah tanda tanya mengingat tidakkah mereka yang pernah mempertahankan Indonesia di garis terdepan seharusnya tidak se-close minded itu terhadap warga sipil? Film ini juga menyentil sedikit mengenai urusan beribadah melalui interaksi Habibie dengan Romo Mangunwijaya ataupun dengan mahasiswa Islam asal Turki, untuk urusan yang kedua ini, pesan yang disampaikan pun begitu direct, bahwa Indonesia memerlukan Habibie lain yang juga menjunjung pluralistik dan bahwa Islam tidak dimiliki oleh hanya satu bangsa. Sebagai sebuah narasi, Rudy Habibie sesungguhnya tampil terlalu ‘cerewet’ dengan begitu banyak side plot, hal berkebalikan dari film pertama yang justru mengangkat tema paling sederhana dan universal, yaitu tentang cinta dan pengabdian. Anyway, selain beberapa side plot yang dibuat terlalu dramatis, cara penyampaian pesan dalam Rudy Habibie pun juga tidak se-smooth pada film pertama, dimana beberapa dialog terdengar begitu over-prentious. Berapa kali ya audiens harus diingatkan pesan Papi Habibie agar Habibie menjadi mata air?

Kelemahan story plot yang cerewet dan over-dramatic ini untungnya diselamatkan dengan Reza Rahardian yang kembali menunjukkan permainan cemerlangnya sebagaimana pada film pertama. Sosok Bapak B.J Habibie kembali hidup dengan sempurna melalui diri Rahardian, dan kali ini ditambah dengan bahasa Jerman yang semakin baik dan permainan emosi yang lebih intens. Yang menurut movietard justru menjadi kejutan terbesar dari Rudy Habibie adalah Chelsea Islan. Berperan sebagai seorang gadis Polandia, Islan tampil believeable dengan logat Indonesia yang kaku dan mampu menjadi partner yang sebanding bagi Rahardian, keduanya tampil begitu cute sepanjang film, yang membuat karakter Habibie tampil lebih membumi pada pertengahan film kebelakang. Yang menarik adalah, movietard merasa tak akan mungkin simpati terhadap karakter Ilona mengingat bagaimana karakter Ainun yang diperankan oleh Bunga Citra Lestari telah tampil sebagai sosok istri yang paling sabar, tetapi toh movietard dibuat bersimpati terhadap Ilona. Selain akting kedua main lead yang memikat, Rudy Habibie juga didukung dengan supporting casts yang bermain baik, seperti oleh kumpulan pelajar Indonesia teman Habibie yang memberikan sentuhan humor dalam film ini.

rd3

Cast yang bermain baik mampu menutupi penurunan sinematografi Rudy Habibie. Faozan Rizal sebelumnya adalah seorang sinematografer andal, jadi ketika Rizal duduk di bangku sutradara untuk film pertama, gaya penyutradaraan masih memiliki style sinematografi sehingga Ia berhasil memaksimalkan landscape Jerman menjadi bingkai yang indah untuk kisah Habibie dan Ainun, hal yang tidak dilakukan oleh Bramantyo dalam Rudy Habibie dikarenakan Bramantyo lebih banyak menggunakan close-up shoots guna memaksimalkan keekspresifan akting Rahardian dalam melukiskan kesedihan dan kegelisahan Habibie muda. Bukan hal yang buruk memang, tetapi movietard lebih menyukai penyutradaraan Rizal dalam Habibie & Ainun. Rudy Habibie juga kembali didukung oleh scoring Tya Subiakto yang juga maksimal, tetapi yang membuat Rudy Habibie tampil tak kalah dari film pertamanya dari segi soundtrack adalah kehadiran Melly Goeslaw yang menciptakan lagu berjudul Mencari Cinta Sejati, suara Cakra Khan dalam menyanyikan lagu ini juga tak kalah sendu dengan suara Citra Lestari di film pertama. Keduanya sama-sama menutup kisah cinta Habibie dalam dua rentang waktu yang berbeda dengan menyentuh, yang mampu membuat movietard agak terisak.

Walaupun tidak memiliki plot serapi dan visualisasi seindah film Habibie & Ainun, Rudy Habibie diselamatkan oleh akting prima Rahardian dan Islan yang memberikan sentuhan segar bagi kisah Habibie muda ini. Sedikit catatan adalah, Rudy Habibie gagal menjadi film yang menghibur dikarenakan konflik yang diangkat terlalu banyak tanpa pesan yang benar-benar kuat, yang justru akan membuat audiens bertanya-tanya, apa yang sebetulnya mau disampaikan film ini? Movietard sendiri menganggap Rudy Habibie hanya semacam ‘pemanasan’ untuk sebuah kisah Habibie yang lebih ‘besar’ di edisi sekuel selanjutnya. Ya, kisah biopik Bapak B.J Habibie di layar lebar akan dibuat dalam trilogi sehingga beberapa tahun kedepan, film ketiga Habibie & Ainun akan hadir menyapa audiens. Harapan movietard sederhana saja, jika S.Noer tetap memegang kendali skrip film ketiga, alih-alih merangkum kembali momen-momen yang memang terlalu banyak dalam hidup B.J Habibie, akan lebih baik jika difokuskan pada sebuah momen yang paling istimewa sehingga nantinya tidak memiliki terlalu banyak side plot. Untuk barisan cast, selama Rahardian masih bergabung, rasanya movietard tetap setia untuk melangkahkan kaki ke bioskop.

Semua gambar diambil dari sini, sini dan sini

Leave a comment